BAB
I
PENDAHULUAN
A. Dasar
Pemikiran
Kondisi masyarakat Indonesia dan
pendidikan Indonesia yang sekarang dinilai mengkhawatirkan. Sekarang ini terus
diusahakan agar mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dan tidak cenderung
mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Indonesia mengadopsi juga konsep
pendidikan umum (General Education) yaitu mata kuliah MPK (Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian) meliputi Pendidikan Pancasila, pendidikan Agama
dan kelompok MBB (Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat) meliputi mata kuliah
ISD, IBD, dan ISKD. IBD dan ISD disatukan menjadi matakuliah ISBD. ISBD
dajarkan pada program IPA. ISBD merupakan suatu bidang kajian yang sangat
diperlukan oleh para mahasiswa sebagai generasi penerus perjuangan bangsa.
Untuk memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat. Sementara ISKD yang merupakan
Ilmu Sosial Kealaman Dasar diajarkan pada program IPS. Kelompok MBB (Mata
Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat) dengan salah satu visinya yaitu tanggung jawab
manusia terhadap Sumber Daya Alam dan lingkungannya serta misinya yang
mendukung dapat menghasilkan mahasiswa yang kompeten, menguasai kemampuan
berpikir rasional, berwawasan luas, berjiwa besar, dan lain-lain. ISBD sebagai
salah satu MBB juga memiliki visi dan misi yang sejalan dengan MBB tentunya,
namun lebih menitik beratkan pada pemberian pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala – gejala sosial
kebudayaan.
4 landasan yang diajarkan di Perguruan
Tinggi Umum sehingga MBB-ISBD perlu ada yaitu :
1) Landasan
Historis (nenek moyang kita beragama, memiliki warisan budaya, peradaban
tinggi, dan lain-lain).
2) Landasan
Filosofis (Bangsa Indonesia memiliki falsafah, Hidup Pancasila)
3) Landasan Yuridis
Formal (UUD ’45 pasal 30, 31, UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).
4) Landasan
Pedagogis (Tujuan Pendidikan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, dan
lain-lain).
Yang menjadi latar belakang
diajarkannya ISBD yaitu agar output yang dihasilkan memiliki kemampuan
personal, akademis, dan profesional.
Dalam ISBD dipelajari tentang
posisi manusia. Posisi manusia tidak hanya sebagai makhluk individu dan sosial,
namun juga sebagai politik, ekonomi, budaya, psikologi (polekbudpsikol).
Manusia sebagai makhluk Individu artinya tidak terpisahkan antara jiwa dan raga.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya tidak mampu hidup sendiri. Manusia
sebagai makhluk politik artinya membutuhkan orang lain dan memiliki strategi
dalam mempertahankan kehidupannya, memenuhi keinginannya dan bisa bersaing
mengalahkan orang lain. Manusia sebagai makhluk ekonomi artinya melakukan
kegiatan ekonomi dengan memenuhi kebutuhannya yang harus sesuai dengan
kemampuan. Manusia sebagai makhluk budaya dan manusia sebagai makhluk psikologi
artinya makhluk yang memiliki harmoni, jiwa, cinta, benci, jinak, stress, dan
terkadang lupa.
1. Latar
Belakang Paedagogis
Inovasi pembelajaran dirasa perlu karena mahasiswa
bukanlah mahluk kosong yang tidak memiliki kemampuan dan kecakapan apapun, akan
tetapi sebagai objek berpotensi yang mampu mengkreasi dunia lingkungannya.
Sehingga dengan memberikan posisi yang seimbang antara aktifitas dosen dan
mahasiswa dalam proses pembelajaran akan mampu memberikan hasil lebih, baik
tambahan ilmu pengetahuan, meningkatnya sikap positif, dan bertambahnya
keterampilan pada mahasiswa.
Terdapat empat pilar pembelajaran menurut UNESCO yaitu
:
·
Learning
to know, pembelajaran untuk
tahu
·
Learning
to do, pembelajaran untuk
berbuat
·
Learning
to be, pembelajaran untuk membangun
jati diri
·
Learning
to live together, pembelajaran untuk
hidup bersama secara harmonis
2. Dasar
Yuridis
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional Pasal 40 Ayat 1 butir e, dikemukakan
bahwa: “Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh kesempatan
menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas”. Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan semua perguruan
tinggi di Indonesia mampu mempersiapkan mahasiswa sebagai anggota masyarakat
yang mampu dan termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif dalam
mengaktualisasikan serta melembagakan masyarakat madani. Yang akhirnya
pendidikan tinggi diharapkan mampu menghasilkan mahasiwa yang unggul secara
intelektual, anggun secara moral, kompeten menguasai IPTEK, serta memiliki
komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial (Hamdan Mansoer, 2001, hIm. 3).
B. Visi,
Misi, Tujuan
Visi ISBD
Berkembanganya mahasiswa sebagai manusia terpelajar yang
kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman dan kesederajatan manusia baik
selaku individu maupun sosial yang dilandasi oleh nilai-nilai estetika, etika
dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Misi ISBD
Dalam buku ILmu sosial Budaya Dasar, UNJ dituliskan bahwa misi ISBD adalah
sebagai berikut : “Memberikan landasan dan wawasan yang luas serta menumbuhkan
sikap kritis , peka, dan arif pada mahasiswa untuk memahami keragaman,
kesederajatan, dan kemartabatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat serta
bertanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungannya”
Tujuan ISBD
· Mengantarkan manusia terutama memberikan kesadaran serta mengembangkan
kemamapuan mahasiswa sebagai generasi penerus perjuangan bangasa untuk
menguasai pengetahuan tentang keragaman, kesederajatan dan kemartabatan manusia
selaku individu dan makhluk sosial dalam berkehidupan bermasyarakat.
· Memeberikan landasan pengetahuan dan menumbuhkan sikap kritis, peka,arif
dalam memahami keragaman, kesederajatan dan kemartabatan manusia dengan
landasan estetika, etika dan moral didalam berkehidupan bermasyarakat
· Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas dan keyakinan kepada
para mahasiswa sebagai bekal untuk hidup bersama dalam masyarakat suatu
individu dan makhluk sosial yang beradab yang mempraktekkan pengetahuan
akademik sesuai dengan bidang keahliannya.
C. Pentingnya
pendekatan interdisiplines dalam ISBD
Sejak semula
munculnya Basic Social Studies (Ilmu Sosial Dasar) dan Basic Humanities (Ilmu
Budaya Dasar) sekitar tahun 1970-an dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk
mendekatkan berbagai disiplin ilmu, sehingga mendorong Mahasiswa untuk melihat
permasalahan dalam masyarakat secara interdisipliner (Numan Somantri, hlm. 268).
Pentingnya pendekatan interdisipliner ini diharapkan agar mahasiswa dapat
melihat masalah sosial dan budaya secara lebih luas dan komprehensif, sehingga
mereka di kemudian hari dapat berperan serta memecahkan masalah masalah sosial.
Pendekatan ini cocok dengan tuntutan Pasal 5 Ayat (1) Keputusan Dirjen Dikti
yang telah dikemukakan di atas. Apa yang diharapkan dalam Pasal 5 tersebut akan
sulit tercapai jika menggunakan pendekatan monodisiplin, artinya menggunakan
disiplin tertentu dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya (seperti sejarah,
geografi, hukum, politik, sosiologi, antropologi, seni, sastra, psikologi
sosial) secara terpisah. Tetapi perlu menggunakan pendekatan multidisiplin
secara integratif untuk memecahkan masalah sosial dan budaya, karena hakikat
masalahnya kompleks sehingga memerlukan kajian dari berbagai disiplin ilmu,
baik secara interdisipliner yang menggunakan berbagai disiplin ilmu secara
terpadu dalam mengkaji suatu masalah maupun crossdisipliner (penggunaan dua
disiplin dari sudut pandang yang berbeda) atau transdisipliner (penggunaan
berbagai disiplin ilmu dari sudut pandang yang berbeda) untuk mengkaji suatu
masalah.
Penggunaan
pendekatan multidisiplin dalam proses pembelajaran ISBD bisa menggu-nakan
pendekatan struktural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau disiplin ilmu
budaya digunakan sebagai alat untuk mengkaji masalah, tetapi sistematika salah
satu struktur disiplin tertentu masih terlihat dominan sebagai pisau
analisisnya, karena masalah yang dikaji sangat erat dan banyak kaitannya dengan
disiplin tertentu (misalnya masalah korupsi erat kaitannya dengan ilmu hukum,
kemiskinan dengan ilmu ekonomi, banjir dengan ilmu geografi, dan sebagainya)
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang analisisnya. Dengan demikian,
seluruh bahan itu harus disusun terlebih dulu secara sistematis menurut salah
satu disiplin utama yang menjadi pokok kajian.
Atau menggunakan pendekatan fungsional, yaitu pembelajaran yang bertitik
tolak dari masalah yang terdapat dalarn masyarakat atau lingkungan Mahasiswa
atau masalah sosial-budaya di mana Mahasiswa terlibat secara langsung. Oleh
karena itu, pendekatan fungsional tidak berangkat dari satu disiplin ilmu,
bahkan karena luasnya pembahasan, identitas setiap disiplin ilmu hampir tidak
kelihatan karena banyaknya konsep yang berhimpitan dan bersintesis. Misalnya
saja ketika membahas pergaulan bebas di luar nikah, atau anarki pascareformasi
dikaji faktor historis, faktor politis, faktor yuridis, faktor sosiologis,
faktor kultural, serta faktor sosial-ekonomi.
Karena itu, proses belajar mengajar diawali dengan menentukan dan
merumuskan masalah, mengumpulkan data dan informasi, mengkaji latar belakang
dan penyebabnya, mencari peraturan yang berhubungan, mengkaji kebijakan publik
yang berlaku, meneliti bagaimana sikap masyarakat terhadap masalah tersebut,
dan mencari berbagai alternatif solusi sampai akhirnya memberikan rekomendasi
kepada pengambil kebijakan publik untuk memecahkan masalah tersebut.
Bisa juga
digunakan pendekatan interfield,
yaitu bertitik tolak dari ruang lingkup yang luas, misalnya saja masalah humanitis
dengan tema reformasi, pembangunan, pemilu, pilkada demokrasi, multikultur, dan
lain-lain yang dikaji dan berbagai bidang ilmu yang cukup luas seperti bahasa,
IPA, pendidikan, agama, teknologi, dan sebagainya. Dalam pendekatan interfield
ini dapat juga digunakan the area approach yang berusaha menyusun bahan kuliah
berdasarkan kebudayaan suatu daerah, misal saja kebudayaan Bali, kebudayaan
Jawa Timur, kebudayaan Betawi, dan lain lain, atas dasar daerah tersebut maka
aspek politik, sejarah, antropologi, ekonomi, pendidikan, teknologi, agama, dan
sumber daya alam ikut melengkapinya.
Menurut Nuhman
sumantri dalam ISBD diperlukan beberapa pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan
interdisipliner :“diharapkan agar mahasiswa dapat melihat masalah sosial dan
budaya secara lebih luas dan komprehensif, sehingga mereka dikemudian hari
dapat berperan serta memecahkan masalah-masalah sosial”.
2. Pendekatan
monodisiplin : “artinya menggunakan tertentu dalam ilmu-ilmu sosial dan
ilmu-ilmu budaya secara terpisah (contoh : sejarah, hukum. geografi, politik,
sosiologi, antropolgi, seni, sastra, psykologi sosial)
3. Pendekatan
multidisiplin : “artinya dalam menyelesaikan masalah sosial , dan budaya
diperlukan pendekatan multidisiplin secara integratif, karena msalah yang kompleks
memerlukan kajian dari berbagai disiplin ilmu , baik secara interdisipliner
yang menggunakan berbagai disiplin ilmu ilmu secara terpadu dalam mengkaji
suatu masalahmaupun crossdisipliner (menggunakan 2 disiplin dari sudut pandang
yang berbeda) atau transdisipliner (penggunaan berbagai disiplin ilmu ari sudut
pandang yang berbeda) untuk mengkaji suatu masalah”
Philip
H. Phenik (1964: 6-8) mengemukakan bahwa makna-makna esensial yang melekat
dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia meliputi, yaitu :
·
Simbolik, meliputi
bahasa, matematika, termasuk juga isyarat-isyarat, upacara, tanda-tanda
kebesaran, dan sebangsanya. Makna simbolik ini sangat berarti dalam kehidupan
bermasyarkat-berbudaya manusia.
·
Empirik,
mencakup ilmu kealaman, hayati, kemanusiaan. Makna empirik ini mengembangkan
kemampuan teoritis, konseptual, analitis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta,
dan kenyataan yang bisa diamati.
·
Estetik,
meliputi berbagai seni seperti musik, karya seni, ksenian, sastra dll
·
Sinoetik,
berkenaan dengan perasaan, kesan, penghayatan dan kesadaran yang mendalam.
Kedalam makna ini termasuk empati, simpati dan sebangsanya
·
Sinoptik,
berkenaan dengan pengertian yang terpadu dan mendalam seperti agama, filsafat.
Dengan
demikian ISBD sebagai bagian dari general education bukanlah sebuah disiplin
ilmu, bukan pula merupakan bagian dari disiplin ilmu budaya yang bertujuan
untuk membina mahasiswa untuk menjadi ahli ilmu sosial atau ahli ilmu budaya,
akan tetapi merupakan sebuah studi yang akan menggunakan makna esensial
disiplin ilmu sosial dan budaya sebagai alat menganalisis untuk memecahkan
masalah sosial dan budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat.
D. Beberapa
Alternatif Model – Model Pembelajaran ISBD
Bila
pendekatan multidisiplin atau interdisipliner digunakan dalam ISBD, maka metode
ceramah sudah tidak bisa lagi mendominasi aktivitas perkuliahan, karena itu
multi metode harus digu-nakan secara bervariasi sesuai dengan kebutuhan
interaksi kelas. Ceramah, tanya jawab, dan diskusi tentu saja masih dipandang
penting terutama untuk memberikan penjelasan dasar-dasar ilmiah serta materi
esensial yang menjadi basic concept masalah yang akan dibahas, akan tetapi
model pembelajaran problem solving, inquiry, klasifikasi nilai, science
technology and society, social action model, serta portofolio based learning
sangat diperlukan untuk mengem-bangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan
UNESCO.
Beberapa
model pembelajaran yang disebutkan terakhir, sangat membutuhkan keterampilan
Mahasiswa untuk menguasai teknik pemecahan masalah. Masalah sendiri dapat
diartikan setiap kesulitan yang merintangi atau belum ada jawabannya secara
pasti dan membutuhkan pemecahannya apabila manusia ingin maju dan berkembang
terus. Tentu pengertian itu berbeda dengan persoalan yang bisa diartikan
sebagai suatu masalah yang sudah ada jawabannya. Dalam ISBD sebaiknya yang
dipecahkan itu bukan persoalan, akan tetapi masalah.
John Dewey dalam bukunya, How We
Think (1910), mengemukakan langkah peme-cahan masalah sebagai berikut:
(a) A feeling of perplexy;
(b) The definition of the problem;
(c) Sugesting and testing hypotheses;
(d) Development of the best solution by reasoning; and
(e) Testing of the conclution followed by reconsideration of necessary.
Kalau disederhanakan sama dengan langkah-langkah kegiatan ilmiah, yaitu mulai:
(a) Merasakan adanya masalah;
(b) Merumuskan masalah;
(c) Menetapkan hipotesis atau membuat pertanyaan pertanyaan penelitian untuk memecahkan masalah;
(d) Menetapkan sumber data yang akan dijadikan objek penelitian;
(e) Membuat instrumen untuk melakukan penelitian;
(f) Melakukan pengumpulan data;
(g) Melakukan kiasifikasi dan analisis data;
(h) Menguji hipotesis atau Pembahasan hasil penelitian;
(i) Rekomendasi.
Model pemecahan masalah dari John Dewey ini mendasari model-model pembelajaran lain yang melibatkan Mahasiswa untuk melakukan penyelidikan, seperti
Ø Model Klarifikasi Nilai dari Louis Rath (1977),
Ø Model Kegiatan Sosial dari Fred Newmann (1977),
Ø Sciences Technology and Society dari Peter Rubba (1982),
Ø Perkembangan Moral Kognitif dari Lawrence Kohlberg (1984),
Ø dan beberapa model pembelajaran yang sekarang ini banyak digunakan untuk mengaplikasikan kurikulum berbasis kompetensi seperti Model Pembelajaran Portofolio dan Model Pembelajaran Kontekstual
(a) A feeling of perplexy;
(b) The definition of the problem;
(c) Sugesting and testing hypotheses;
(d) Development of the best solution by reasoning; and
(e) Testing of the conclution followed by reconsideration of necessary.
Kalau disederhanakan sama dengan langkah-langkah kegiatan ilmiah, yaitu mulai:
(a) Merasakan adanya masalah;
(b) Merumuskan masalah;
(c) Menetapkan hipotesis atau membuat pertanyaan pertanyaan penelitian untuk memecahkan masalah;
(d) Menetapkan sumber data yang akan dijadikan objek penelitian;
(e) Membuat instrumen untuk melakukan penelitian;
(f) Melakukan pengumpulan data;
(g) Melakukan kiasifikasi dan analisis data;
(h) Menguji hipotesis atau Pembahasan hasil penelitian;
(i) Rekomendasi.
Model pemecahan masalah dari John Dewey ini mendasari model-model pembelajaran lain yang melibatkan Mahasiswa untuk melakukan penyelidikan, seperti
Ø Model Klarifikasi Nilai dari Louis Rath (1977),
Ø Model Kegiatan Sosial dari Fred Newmann (1977),
Ø Sciences Technology and Society dari Peter Rubba (1982),
Ø Perkembangan Moral Kognitif dari Lawrence Kohlberg (1984),
Ø dan beberapa model pembelajaran yang sekarang ini banyak digunakan untuk mengaplikasikan kurikulum berbasis kompetensi seperti Model Pembelajaran Portofolio dan Model Pembelajaran Kontekstual
E. Proses
Pembelajaran Berbasis Portofolio
1. Pengertian
Istilah
portofolio yang paling sering dikenal terdapat di lapangan pemerintahan,
terutama ketika menunjuk pada Menteri yang tidak membawahi suatu departemen,
biasanya Menteri se-perti itu disebut Menteri Negara atau Minister Without
Portofolio, akan tetapi di dunia pendidikan istilah itu sangat berbeda dan
masih relatif baru.
Dalam konteks pendidikan, pengertian
portofolio menurut D. Budimansyah (2002, hI-2) bisa diartikan sebagai “wujud benda
fisik” yaitu bundel, yakni sekumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta
didik, seperti bundelan hasil pre-test, tugas, post-test, dan lain lain. Bisa
juga diartikan sebagai “kegiatan sosial paedagogis”, yaitu collection of
learning experience yang terdapat dalam pikiran peserta didik baik yang
berwujud pengetahuan, sikap, maupun kete-rampilan. Sedangkan sebagai model
pembelajaran Boediono (2001) mengatakan bahwa portofolio merupakan bentuk dan
praktik belajar kewarganegaraan, yaitu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui penga-laman
belajar praktik-empirik. Praktik belajar ini dapat menjadi program pendidikan
yang mendorong kompetensi, tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik, belajar
menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public policy), memberanikan diri
untuk berperan serta dalam kegiatan antar manusia, antar universitas, dan antar
anggota masyarakat. Sedangkan U. Syarifudin (2002, hIm. 31) mengatakan bahwa
portofolio adalah tampilan visual dan audio yang disusun secara sistematis
melukiskan proses berpikir yang didukung oleh seluruh data yang relevan,
sehingga secara utuh melukiskan “integrated learning experiences” atau
pengalaman belajar terpadu yang dialami oleh mahasiswa dalam kelas sebagai
suatu kesatuan. Dengan demikian, model pembelajaran berbasis portofolio
merupakan pembelajaran yang melibatkan mahasiswa secara aktif dan kooperatif
mulai dan menentukan masalah secara demokratis, mengumpulkan data, mengoleksi
data, menampilkan data, menentukan solusi permasalahan sehingga dia mampu
menilai, dan mempengaruhi kebijakan umum dan hasil temuannya.
2. Langkah-langkah Pembelajaran
Langkah Pembelajaran Berbasis Portofolio (D. Budimansyah, 2002) meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Mengindentifikasi Masalah
Dalam kegiatan ini, mahasiswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil berkisar antara 3-4 orang, setiap kelompok mencari satu masalah (biasanya melalui surat kabar bekas yang telah disediakan dosen). Dalam kegiatan ini mahasiswa diminta untuk menjawab hal-hal sebagai berikut:
(a) Apakah masalah ini merupakan masalah penting bagi saudara atau masyarakat
(mengapa)?;
(b) Lembaga manakah yang bertanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut?;
(c) Kebijakan apakah yang telah diambil oleh lembaga tersebut untuk mengatasi masalah
tersebut?;
(d) Apakah keuntungan dan kerugian dan kebijakan tersebut?;
(e) apakah kebijakan tersebut dapat diperbaiki?;
(f) Adakah silang pendapat terhadap kebijakan tersebut di masyarakat
(g) Di manakah kalian akan mendapat informasi lebih banyak tentang masalah tersebut?; (h) Adakah masalah lain di masyarakat yang berguna untuk dikaji oleh kelompok lain?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat pula dipakai untuk menelusuri sumber dan media cetak atau elektronik, untuk pertanyaan:
Butir (a) menjadi “Bagaimana pandangan artikel (berita TV/radio) terhadap ma-salah yang dianalisis?”
Butir (b): “Hal penting apa saja yang dimuat artikel/TV/radio berkenaan dengan masalah yang dianalisis?” Demikian juga untuk pertanyaan selanjutnya).
b. Memilih Masalah untuk Kajian Kelas
Setiap kelompok kecil yang telah menetapkan masalah masing-masing berdasarkan du-kungan informasi yang relatif memadai, mengajukan masalahnya pada kelompok kelas untuk dipilih salah satu berdasarkan hasil keputusan kelas. Oleh karena itu, akan terkumpul sejumlah masalah sesuai dengan banyaknya kelompok kecil yang ada dalam kelas (misalnya jumlah mahasiswa ada 48 orang, maka berarti ada 12 masalah apabila setiap kelompok 4 orang). Dalam kegiatan ini ada dua kegiatan: pertama, rnenyusun daftar masalah ditulis di papan tulis; kedua, melakukan pemungutan suara untuk memilih salah satu masalah untuk menjadi kajian kelas dengan cara:
(a) salah satu pembicara dari setiap kelompok kecil mengemukakan alasan mengapa masalah itu
dipilih dilihat dan kepentingannya bagi mahasiswa dan masyarakat, serta sejauh mana ketersediaan sumber informasi untuk menganalisis masalah tersebut;
(b) melakukan pemungutan suara untuk memilih salah satu masalah tersebut bisa secara terbuka
maupun tertutup. Hal ini bisa langsung dilakukan satu tahap artinya dipilih yang terbanyak atau dilakukan dua tahap dengan dua kali pemilihan, tahap pertama setiap orang memilih 3 masalah, dan masalah yang menempati peringkat 1, 2 dan 3 dipilih ulang untuk menetapkan hanya satu masalah saja dengan setiap pemilih menetapkan satu pilihan.
c. Mengumpulkan Informasi Tentang Masalah yang Akan Dikaji Oleh Kelas
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi sumber-sumber informasi, dengan menentukan kriteria sumber informasi manakah yang akan memberikan banyak infor-masi dan sumber mana yang kurang. Lalu identifikasi pula tingkat kesulitan memperoleh in-formasi serta persyaratan yang diperlukan untuk menjangkau sumber informasi tersebut. Sumber informasi yang bisa dipakai misalnya, perpustakaan, kantor penerbit surat kabar, biro kliping, Biro Pusat Statistik, pakar perguruan tinggi, pakar hukum dan hakim, kepolisian, kantor legislatif, kantor pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan dan kelompok kepentingan, jaringan informasi elektronik, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, pusat pusat penelitian, dan lain-lain.
Kegiatan kedua adalah membentuk tim peneliti berdasarkan jenis sumber informasi yang telah ditetapkan (dalam kegiatan ini semua mahasiswa harus terbagi habis berdasarkan jenis sumber informasi yang telab ditetapkan). Sedangkan langkah untuk mengumpulkan informasi bisa dilakukan dengan cara:
(a) mengunjungi langsung sumber informasi (misalnya, ke perpustakaan, biro kliping,
Biro Pusat Statistik, dan lain- lain);
(b) menghubungi sumber informasi melalui telepon (bisa dilakukan Iangsung untuk
mendapatkan data yang telah disiapkan dengan daftar wawancara atau hanya sekadar membuat perjanjian untuk bertemu);
(c) membuat janji untuk mengadakan wawancara melalui kunjungan Iangsung, lewat
telepon atau permohonan melalui surat (kegiatan mi diperlukan untuk menetapkan waktu wawancara untuk mendapatkan informasi dan individu atau kelompok, seperti untuk wawancara dengan anggota legislatif, pejabat PEMDA, Kelompok LSM / ORMAS / ORPOL atau tokoh masyarakat, dan lain-lain);
(d) memohon informasi melalui surat.
Informasi yang telah dikumpulkan disusun secara sistematis berdasarkan sub-subkajian mulai dari latar belakang terjadinya masalah (faktor-faktor penyebab), pandangan individu atau masyarakat terhadap rnasalah tersebut, dasar yuridis, historis, sosiologis, ekonomis, dan kultural masalah tersebut, Kebijakan publik yang berhubungan dengan masalah tersebut, serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penyelesaian masalah, pada suatu bundel dokumen-tasi yang disebut bundel portofolio.
d. Mengembangkan Portofolio Kelas
Pada sesi ini, mahasiswa dikelompokkan kembali menjadi 4 kelompok:
(1) Kelompok yang akan menjelaskan masalah. Kelompok ini bertanggung jawab menjelaskan
mengapa masalah itu penting dibahas baik dari sudut individu kelornpok maupun pemerintah dengan argumentasi yang rasional didukung oleh data-data akurat yang telah dikumpulkan. Kelompok ini bertugas menjawab:
(a) Seberapa seriuskah masalah itu bagi masyarakat;
(b) Seberapa luas masalah tersebut tersebar pada bangsa atau negara;
(c) Mengapa masalah itu harus ditangani pemerintah;
(d) Haruskah individu atau masyarakat bertanggung jawab untuk mengatasi masalah
tersebut;
(e) Adakah aturan hukum atau kebijakan publik untuk mengatasi masalah tersebut, mema-
daikah aturan tersebut, apakah hukum itu dilaksanakan atau tidak;
(f) Adakah silang pendapat di masyarakat tentang masalah tersebut;
(g) Adakah individu atau kelompok/organisasi yang berpihak pada masalah tersebut, menga-
pa mereka menaruh perhatian pada tnasatah tersebut, apakah keuntungan dan kerugian individu/ organisasi pada posisinya tersebut, bagaimana cara mereka memengaruhi kebijakan pemerintah untuk mengambil posisi seperti mereka dalam menghadapi masalah tersebut;
(h) Jika ada yang bertanggung jawab, pada tingkat manakah pemerintah atau lembaga yang
menangani masalah tersebut, apakah yang sedang mereka kerjakan;
(2) Kelompok yang mengkaji berbagai kebijakan alternatif untuk memecahkan masaiah. Dengan
penjelasan rasional mengapa alternatif itu mungkin dilakukan dengan dukungan data informasi yang telah dikumpulkan. Kelompok dua ini harus menjawab:
(a) Kebijakan-kebijakan apakah yang diusulkan;
(b) Apakah keuntungan dan kerugian dan setiap kebijakan tersebut;
(3) Kelompok yang mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah.
Kelompok ini bertanggung jawab untuk mengusulkan kebijakan publik dalam bentuk aturan, hukum atau tindakan apakah yang harus dibuat atau dilakukan oleh pemerintah, lembaga atau masyarakat untuk mengatasi masalah, kebijakan yang diusulkan ialah kebijakan yang disetujui oleh mayoritas Mahasiswa di kelas itu. Kelompok ini harus menjawab:
(a) Kebijakan apa yang diyakini kelompok untuk mengatasi masalah;
(b) Keuntungan dan kerugian dari kebijakan tersebut;
(c) Bagaimana hubungan kebijakan tersebut dengan nilai-moral dan hukum yang berlaku;
(d) Tingkat pemerintah atau lembaga mana yang harus bertanggung jawab untuk melaksa-
nakan kebijakan tersebut, mengapa;
(4) Kelompok yang mengusulkan rencana tindakan, yang menunjukkan bagaimana seseorang
warga negara atau warga masyarakat dapat memengaruhi pemenintah untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas. Rencana tersebut hendaknya mencakup langkah-langkah yang dapat diambil agar kebijakan yang diusulkan dapat diterima dan dilaksanakan oleh pe-merintah / Iembaga yang menerima usulan.
Meskipun koordinasi ada pada kelompok empat, akan tetapi proses pembuatan usulan tin-dakan sebaiknya melibatkan seiuruh warga kelas. Hasil pekerjaan kelompok empat ini harus disertai penjelasan tertulis tentang kelompok mana saja di masyarakat yang akan mendukung rencana tindakan tersebut serta kelompok mana saja yang akan menentang, oleh karena itu harus dijelaskan pula langkah-langkah untuk meyakinkan kepada yang menentang agar rencana tindakan dapat terlaksana. Demikian pula pada institusi pemerintahan, harus dijelaskan mana yang akan mendukung dan mana yang tidak dengan penjelasan upaya untuk meyakinkannya.
Keempat kelompok di atas, setelah menjawab pertanyaan masing-masing harus:
(a) menampilkan kajiannya secara grafis dalam bentuk peta, gambar, foto, grafik, karikatur,
kartun politik, judul surat kabar, tabel statistik, dan ilustrasi-ilustrasi lainnya yang dapat memperjelas kajian kelompoknya masing-masing. Ilustrasi tersebut dapat bersumber dari bahan cetakan, atau dibuat sendiri. Bila ilustrasi yang diambil dari bahan cetakan harus mencantumkan sumber resminya. Selanjutnya kelompok kelompok tersebut harus:
(b) mengidentifikasi sumber informasi apakah sumber itu dan lembaga, orang, bahan cetak,
berita radio atau TV dalam lembar yang diketik.
Hasil pekerjaan (dokumentasi) kelompok satu diletakkan pada bab satu, kelompok dua di bab dua, kelompok tiga di bab tiga, dan kelompok empat di bab empat pada bundel dokumentasi portofolio, misalnya saja berisikan:
a) kumpulan klipping surat kabar dan majalah;
b) laporan tertulis hasil wawancara;
c) laporan tertulis ulasan radio atau TV;
d) catatan hasil komunikasi dengan kelompok tertentu;
e) petikan hasil publikasi pemerintah atau perundang-undangan.
Khusus untuk buku, makalah, perundang-undangan dan sejenisnya, bila terlampau pan-jang cukup memasukan abstrak atau judul buku tersebut.
e. Penyajian Portofolio (Show-Case)
Show-case atau gelar kasus pada dasarnya memberiikan pengalaman berharga kepada Mahasiswa untuk mampu menyajikan gagasan dan meyakinkannya kepada orang lain agar menerima gagasan tersebut. Langkah-langkah yang harus dipersiapkan terdiri dari:
(1) Persiapan. Pertama, memastikan bundel portofolio dokumentasi yang terdiri dari empat bab sudah memadai dan disusun rapi; Kedua, menyiapkan panel empat muka dan karton yang bisa berdiri tegak sebagai panel penayangan materi setiap kelompok yang sudah disatukan (lihat gambar di bawah ini) Ketiga, mempersiapkan penyajian lisan, sedang kelompok sebaiknya melakukan latihan terlebih dahulu sebelum melakukan penyajian lisan di hadapan para juri, sehingga setiap anggota dapat bergi-liran untuk menyajikannya secara sistematis dengan pilihan materi yang sangat esensial, dengan demikian akan terjadi cooperative learning; Keempat, menyiapkan ruangan yang representatif untuk menampung anggota seluruh kelas, juri, serta undangan, dengan menyiapkan pengeras suara dengan tiga mikrofon disertai penerangan dengan pengaturan yang memadai; Kelima, mengundang juri, sebaiknya juri terdiri dari tiga orang yang mewakili akademisi, pejabat, dan tokoh masyarakat atau organisasi yang relevan dengan bidang yang dikaji; Keenam, menetapkan moderator, sebaiknya dilakukan oleh Dosen pembimbing. Moderator di samping bertugas mengatur jalannya persidangan, juga memberikan petunjuk awal kepada dewan juri tentang teknis pelaksanaan,serta sistem penilaian dengan format yang telah disiapkan sekaligus menetapkan siapa yang menjadi ketua dan yang menjadi anggota dan ketiga juri tersebut.
(2) Pembukaan, dilakukan oleh moderator dengan menginformasikan masalah yang, dikaji kelas serta memperkenalkan namanama anggota dewan jun lalu mernpersilakan para juri untuk mengamati portofollo penayangan dalam papan empat muka, dari berbagai grafik, karikatur, serta dokumen portofolio yang terkumpul empat bab selarna 10 menit.
(3) Penyajian lisan tiap kelompok, diawali dengan kelompok satu sampai kelompok empat. Teknisnya, moderator memanggil salah satu anggota kelompok maju ke depan langsung disuruh untuk memperkenalkan anggota masing-masing, setelah itu disuruh memaparkan materi bahasannya sekitar 7-10 menit, lalu diadakan tanya jawab antara dewan juri dengan kelompok sekitar 10 menit, lalu kelompok satu disuruh kembali ke tempat semula dilanjutkan dengan penyajian kelompok dua. Setelah kelompok dua selesai sebaiknya diadakan selingan acara kesenian dengan menampilkan tarian, vokal grup, atau baca puisi selama 10 menit. Kesempatan ini digunakan dewan juri untuk melakukan rekap penilaian pada kelompok satu dan kelompok dua. Setelah itu dilanjutkan oleh kelompok tiga dan kelompok empat.
(4) Tanggapan hadirin/undangan, setelah selesai kelompok empat beri kesempatan kepada hadirin untuk memberikan tanggapan terhadap penyajian portofolio tersebut selama 10 menit, bila ada yang penting harus dicatat oleh tiap kelompok sebagai masukan.
(5) Pengumuman dewan juri. Penilaian dewan juri didasarkan pada kualitas portofolio penayangan dan dokumentasi serta kualitas penyajian dan tanya jawab waktu penyajian lisan, sebaiknya diberikan reward kepada kelompok dalam bentuk piagam penghargaan.
Tujuan utama semua itu antara lain untuk berbagi ide dan pengalaman belajar antar “young citizens” yang secara psikososial dan sosiokultural pada gilirannya kelak akan menum-buhkan etos demokrasi dalam konteks “harmony in diversity” (U. Syaripudin, 2001, hIm. 32).
Setelah acara dengan pendapat, dengan fasilitasi Dosen diadakan kegiatan “refleksi” yang bertujuan agar Mahasiswa dan Dosen merenungkan dampak perjalanan panjang proses belajar bagi perkembangan pribadi sebagai warga negara. Ajaklah Mahasiswa untuk menjawab pertanyaan:
“Apakah saya telah menjadi Mahasiswa yang baik? Dan apa yang akan saya lakukan sebagai warga negara selanjutnya?” Tentu saja bagi Dosen perlu juga merenungkan pertanyaan: “Apa yang telah saya sumbangkan untuk mengembangkan etos demokrasi pada Mahasiswa sebagai warga negara muda?”
f. Kriteria Penilaian Portofolio
(1) Kelengkapan, meliputi kesesuaian dengan tugas kelompok masing-masing;
(2) Kejelasan, meliputi sistematika, penggunaan bahasa yang tepat dan dimengerti,
argumen yang ditampilkan;
(3) Informasi, meliputi keakuratan informasi, dukungan fakta, dan hubungan informasi
dengan masalah yang dikaji;
(4) Dukungan, meliputi contoh aktual yang mendukung masalah atau pemecahan masa-
lah, serta penjelasan yang mendalam secara interdisipliner;
(5) Data grafis, meliputi hubungan data grafis dengan masalah atau bagiannya, apakah
lebih menjelaskan informasi sehingga orang lain lebih memahami masalah yang dikaji;
(6) Dokumentasi, meliputi keragaman dan keakuratan sumber dokumenter, teknis pen-
dokumentasian, teknis pengutipan, hubungan dokumentasi dengan masalah;
(7) Argumentasi, meliputi argumentasi rasional, argumentasi ilmiah ilmu-ilmu sosial dan
budaya, argumentasi nilai-moral dan hukum.
DAFTAR
PUSTAKA
Sari, F.D. 2012.
Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar. Diakses di http://fitrianidinar.blogspot.com
, tanggal 3 April 2013.
http://www.achluddin.com/2012/07/dasar-pemikiran-pembelajaran-isbd.html